POLITIK DI MASA KHULAFAUR ROSYIDIN
Ustadz Pembimbing
Imamul Huda S. Pdi

Disusun
oleh:
Nama : M. Ifan Firmansyah
Kelas : XII IPS
Nis :
PONDOK MODERN ASSALAAM
Jalan raya Secang Km. 05 Gandokan Kranggan Temanggung
Jawa Tengah
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
WR.WB
Puji
syukur kami panjatkan kepada Allah swt atas segala rahmatnya yang telah
menciptakan manusia di atas mahkluk –mahkluk yang lain . Juga tidak lupa
shalawat dan salam atas junjungan kita nabi Muhammad saw beserta pengikutnya .
Alhamdulilah berkat rahmat dan karunia Nya saya dapat meyelesaikan makalah yang
berjudul “ POLITIK DI MASA KHULAFAUR ROSYIDIN. Makalah ini akan sedikit
mengupas kehidupan politik pada masa Khulafa al –rasyidin yang di sajikan
secara ringkas.
Namun
saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan
kritiknya sangat kami harapkan.
Akhir kata kami ucapkan Terima kasih untuk
semua yang berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua .
Amin
Temanggung, 26 November 2011
Penulis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah
politik masa khulafar rosyidin di masa abu bakar, umar ,usman , dan ali sudah
pasti berbeda setiap memegang ke pimpinannya , pada masa Khulafar Rasydin
prinsip musyawarah , persaman rebeyasan berpendapat menjadi realisasi dari
penerapan ajaran al- quran dan sunah rasul . pemahaman dan penafsiran terhadap
pemerintahan Khulafar Rasyidin , pasca dan sekarang sangat berkaitan sehingga
sistem pemerintahan yang telah di bentuk dari masa ke masa berkembang menjadi
seperti sekarang. Sistem pemerintahan yang di itikan oleh pendahuluannya yang
dapat menambah wawasan pembaca tentang pemerintahan yang pernah di praktikan
dan di terapkan dalam dunia islam hingga saat ini.
PEMERINTAHAN KHULAFAUR
RASYIDIN
KHILAFAH
RASYIDIN ABU BAKAR
Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah
masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar
Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui
peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang
percaya).
Maka ditunjuklah Abu Bakar untuk menggantikannya. Bagi
sebagian warga Madinah, ini adalah indikasi bahwa suksesi kepemimpinan
Rasulullah SAW diteruskan kepada Abu Bakar. Ketika Rasulullah wafat, sebagian
kalangan muslim Anshar dan beberapa orang dari pihak Muhajirin mengadakan
pertemuan di Saqifah Bani
Sa'idah.[1]
Sempat terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dan akhirnya,
terpilihlah Abu Bakar as-Siddiq sebagai Khalifah pertama.
Khilafah Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu pada masa pemerintahan
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib,
Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana sistem pemerintahan yang diterapkan
adalah pemerintahan yang islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan
wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam
sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam
wafat. Ia Shallallahu ‘Alaihi wasallam nampaknya menyerahkan persoalan tersebut
kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama
setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya
dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah,
Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin.
Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihmaupun Anshar,
sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat
ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu terpilih.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul Allah) yang
dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja.
Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah hanya dua tahun.
Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh
suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah
sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa
perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam,
dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Karena sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang
Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu
adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu
Bakar Radhiallahu ‘anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif
terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah
juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu
Bakar Radhiallahu ‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat nya bermusyawarah
sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu,yang berfungsi sebagai lembaga
legislatif pemerintahannya.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu
Bakar Radhiallahu ‘anhu mengirim kekuatan ke luar Arabia.
Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah
al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat
panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan
dan Syurahbil Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in.
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar untuk
membentuk beberapa pasukan tersebut,dari segi tata negar, menunjukkan bahwa ia
juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara islam.hal ini seperti juga
berliku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga
sekaligus sebagai pangima tertinggi angkatan bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah,khalifah Abu
Bakarmembagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa propinsi,
dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan
gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata
social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social rakyat.untuk
kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak,sadaqoh yang berasal dari kaum
muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga Negara
non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh
dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan
tentara, bagi para pegawai Negara,dan kepada rakyat yang berhak menerima sesuai
ketentuan al-quran
Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu meninggal dunia,
sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan
kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan" nya, Umar ibn Khatthab
al-Faruq Radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu sakit dan merasa
ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian
mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu ‘anhu sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar
Radhiallahu‘anhu . Umar Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya Khalifah Rasulullah
(pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin
(petinggi orang-orang yang beriman).
Dari penunjukkan Umar sebagai penggantinya, ada hal yang
perlu dicatat:
1.
Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan
azas musyawarah.ia lebih ulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi
rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
2.
Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau
kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh rakyat karena
sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3.
Pengukuhan Umar sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar
berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan
dikalangan kaum muslimin sehingga opsesi Abu Bakar untuk mempertahankan
keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.
KHILAFAH RASYIDIN UMAR BIN KHATAB
Ketika Abu Bakar merasakan sakitnya semakin berat, ia
mengumpulkan para sahabat besar dan menunjuk Umar bin Khattab sebagai Khalifah.
Para sahabat setuju dan Abu Bakar meninggalkan surat wasiat yang menunjuk Umar sebagai
penggantinya.sebagai mana Abu Bakar, Umar bin khattab pun di bai’at dihadapan
umat muslimin.bagian dari pidatonya adalah:
“Aku telah dipilih jadi
khalifah.kerendahan hati abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara
kamu dan lebih kuat diantara kamu dan juga lebih mampu memikul urusan kamu yang
penting-penting.aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama seperti beliau.andaikata
aku tau ada orang yang lebih kuat daripada aku untuk memikul jabatan ini, maka
memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini.2
Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani.ia telah
menggariskan:
1.
persyaratan bagi calon Negara;
2.
menetapkan dasar-dasar pengelolaan Negara;
3.
mendorong para pejabat Negara agar benar-benar
meperhatikan kemaslhatan rakyat dan melindungi hak-haknya karena mereka adalah
pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu sendiri;
4.
pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang
harus dipertanggung jawabkan kepada tuhan dan rakyat
5.
mendidik rakyat supaya berani memberi nasihat dan
kritik kepada pemerintah,pemerintah juga harus berani menerima kritik dari
siapapun sekalipun menyakitkan karena pemerintah lahir rakyat dan untuk rakyat;
6.
khalifah Umar telah meletakkan dasar-dasar pengadilan
dalam islam.
Ia selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh ansar dan
Muhajirin, dengan rakyat dan dengan para administrator pemerintahan untuk
memecahkan masalah-masalah umumdan kenegaraan.ia tidak bertindak
sewenang-wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa mengikutsertakan warga umat.
Hasil musyawarah atau konsultasi khalifah diakhir hidupnya
dengan sejumlah pemuka masyarakat madinah yang terpenting adalah terbentuknya
“tim formatur”yang bertugas memilih khalifah setelah umar.konsultasi ini
terjadi ketika keadaan jiwanya akibat tikaman enam kali yang dilakukan Abu
lu’luah karena dendam,dan ini ini mengakibatkan kewafatannya.
Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan
daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M
dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk,
seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai
basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu
‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu.
Iskandariah/Alexandria, ibu kota
Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan
Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di
Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan
dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada
tahun itu juga. Pada tahun 641M , Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada
masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah
meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan
Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar
Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh
administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan
diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang
perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran
gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga
yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khhattab
dalam kedudukannya sebagai kepala Negara.untuk menunjung kelancaran
administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar melengkapinya dengan
beberapa jawatan,diantaranya:
1.
Diwana al-kharaj(jawatan pajak)
2.
Diwana alahdats(jawatan kepolisian)
3.
Nazarat al-nafi’at(jawatan pekerjaan umum)
4.
Diwana al-jund(jawatan militer)
5.
Baitul al-mal(baitul mal)
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal
diperoleh dari alfarz,usyri,usyur,zakat dan jizya.
Umar Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23
H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang majusi, budak dari Persia
bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘anhu
tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk
enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang
diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah,
Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf Radhiallahu Ta’ala anhu
ajma’in. Setelah Umar Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan
berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah, melalui proses
yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.
KHILAFAH UTSMAN bin AFFAN
Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara
terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman
dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk
tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga
berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan
keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas
memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf,
Saad bin Abi
Waqqash, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin
Awwam, Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi
Thalib.
Setelah melalui perdebatan yang cukup lama, muncul dua nama
yang bersaing ketat yakni Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keputusan
terakhir diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf sebagai ketua Dewan yang
kemudian menunjuk Utsman bin Affan sebagai Khalifah.
Setelah Usman bin Affan dilantik menjadi khlifah ketiga
Negara madinah ,ia menyampaikan pidatonya yang menggambarkan dirinya sebagai
sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang politik belaka
sebagai dominan.dalam pidato itu usman mengingatkan beberapa hal yang penting:
1.
agar umat islam berbuat baik sebagai bekal untuk hari kematian;
2.
agar umat islam terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan
3.
agar umat islam mau mengambil pelajaran dari masa lalu;
4.
sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah al-quran dan sunnah rasul;
5.
di samping ia akan meneruskan apa yang telah dilkukan pendahulunya juga akan
membuat hal baru yag akan membawa kepada kebajikan
6.
umat islamboleh mengkririknya bila ia menyimpang dari ketentuan hokum
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan didaerah,khalifah
usman mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau
propinsi pada masanya kekuasaan wilayah madinadibagi menjadi 10 propinsi:
1.
Nafi’bin al-haris al-khuza’i,amir wilayah mekkah;
2.
Sufyan bin Abdullah al-tsaqqfi,amir wilayah thaif
3.
Ya’la bin Munabbih Halif BaniNauful bin Abd Manaf,amir
wilayah Shan’a
4.
Abdullah bin Abi Rabiah ,amir wilayah a-janad;
5.
Usman bin Abi al-ashal-Tsaqafi,Amir wilayah Bahrain;
6.
Al-Mughirah bin Syu’bah al-tsaqi, Amir wilayah Kufah;
7.
Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari,Amir wilayah
Basrah;
8.
Muawiyah bin Abi Sufyan ,Amir wilayah Damaskus
9.
Umar bin Sa’ad ,Amir wilayah Himsh;dan
10. Amr
bin al-Ash al-Sahami, Amir wilayah mesir.3
Sedangkan kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan Penasehat
Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka.
Prestsai tertinggi masa pemerintahan Usman sebagai hasil
majlis syura adalah menyusun al-quran standar , yaitu penyeragaman bacaan dan
tulisan al-quran,seperti yang dikenal sekarang.naskah salinan al-quran tersebut
disimpan dirumah istri nabi kemudian naskah salinannya atas persetujuan para
sahabat dikirim ke beberapa daerah.
Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu (644-655 M), Armenia, Tunisia,
Cyprus, Rhodes, dan bagian
yang tersisa dari Persia,
Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti
sampai di sini. Untuk mengisi baitul mal diperoleh dari
alfarz,usyri,usyur,zakat dan jizya.if,Umar melengkapinya dengan beberapa
jawatan.
Pemerintahan Usman Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12
tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan
kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu
‘anhu memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu. Ini
karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’
Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini
gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan
fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35
H/1655 M, Utsman Radhiallahu ‘anhu dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri
dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’
.
Tahun-tahun berikutnya, pemerintahannya Usman mulai
goyah.Rakyat dibeberapa daerah terutama Kufah,Basrah dan Mesir mulai memprotes
kepemimpinannya yang dinilai tidak adil.Salah satu faktor yang menyebabkan
banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu
adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada
dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan,
sedangkan Utsman Radhiallahu ‘anhu hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah
banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Dia juga
tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya
dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua
akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’.
Padahal Utsman Radhiallahu ‘anhu yang paling berjasa
membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian
air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
KHALIFAH ALI
bin ABI THALIB (35-40 H)
Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya Utsman,
membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga
orang khalifah pendahulunya.ia di bai’at di tengah-tengah kematian usman,
pertentangan dan kekacauandan kebingungan umat islam Madinah.sebab kaum
pemberontak yang membunuh Usman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi
khalifah.
Dalam
pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat islam:
1.
tetap berpegang teguh kepada al-quran dan sunnah rasul
2.
taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada Negara dan sesame manusia
3.
saling memelihara kehormatan di antara sesame muslim dan umat lain
4.
terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum,dan
5.
taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak
lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu menghadapi pemberontakan
Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Radhiallahu ‘anhu tidak mau
menghukum para pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu , dan mereka menuntut bela
terhadap darah Utsman Radhiallahu ‘anhu yang telah ditumpahkan secara zhalim.
Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan
Zubair Radhiallahu ‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding untuk
menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak.
Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama
Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam pertempuran itu
menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah
terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha ditawan dan dikirim kembali ke
Madinah.
Dengan
demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena
pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman.namun Ameer
Ali menyatakan:…ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan
mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan.ia
membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan
dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah,serta mengordinir polisi
dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu ‘anhu juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah
Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan
Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu bergerak dari Kufah menuju
Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah
Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan
nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim
ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan
ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu
‘anhu. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah,
Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi)
yang menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan al-Khawarij
(orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali
Radhiallahu ‘anhu. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu semakin kuat. Pada
tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh salah
seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Harus diakui ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa
khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangka.tapi perlu dicatat secara umum
mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafa al-Rasyidin dalam memimpin
Negara Madinah.Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi
terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda. 1)
Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang
calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon
penggantinya. Cara ini terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai
pertemuan TsaqifahBani Syaidah. 2) Pemilihan dengan cara pencalonan atau
penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu mengadakan
konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian memberitahukan kepada
umat islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan itu tidak karena ada hubungan
keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini
terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar. 3) Pemilihan team
atau Majelis Syura yang di bentuk khalifah. Anggota tem bertugas memilih salah
seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada Usman melalui
Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam orang.
4) Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat
pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang membunuh usman.Cara ini terjadi
pada Ali yang dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah. Kedua,Pemerintahan
Khulafa’ al-Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara khusus
sebagai dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang nya
adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan
keputusan Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang
tidak ada penjelasannya dalam nash syariat. Ketiga,Pemerintahan
khulafa al-Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa jabatan bagi
setiap khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada
syariat islam. Keempat,dalampenyelenggaraan pemerintahan Negara
Madinah khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip
persamaanbagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip
kebebasan berpendapat, prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat. Kelima,dasar
dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah adalah Al-Qur’an dan
Sunnah rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura.
Karenanya corak Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh berbeda
daripada zamanRasulullah.
KESIMPULAN
Kehidupan
politik pada masa khulafar Rasyidin sistem pemerintahan sudah tertata rapi
walaupun tidak langsung seperti sekarang,tetapi pada masa khulafar rasyidin
Dewan dan Departemen sudah bergerak dibidang masing-masing serta sistem pemerintahan
yang dilaksanakan oleh para khalifah dari masa jabatan ke masa jabatan memiliki
ciri-ciri dan tetap berpegang teguh kepada al-Quran dan sunah Rasul serta tetap menjalankan
musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan.
Pemerintahan
pasca khulafar rasyidin sistem pemerintahan sudah tertata hingga awal mulanya
dari sitem khalifah menjadi Dinasti dan hingga berubah menjadi dan bentuk
pemerintahan masing-masing negara secara
global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar