Dakwah pada Masyarakat Plural
Drs.H.
Afif Rifai,
Disusaun
oleh:
GALIH WIRYADI LAKSA
GALUH
WULANDARI
MIRNA
YUSTIEN
APRILIA
ANDRY
DEWI
KURNIAWATI
M IFAN FIRMANSYAH
Prodi
Kesejahteraan sosial
Fakultas
Dakwah
Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
KEMAJUAN teknologi komunikasi telah mempercepat proses
globalisasi. Globalisasi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak
positifnya berupa alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari satu negara ke
negara lain, khususnya dari negara maju ke negara yang sedang berkembang.
Dampak negatifnya berupa masuknya unsur-unsur budaya dari satu negara ke negara
lain yang kadang-kadang bertentangan dengan budaya setempat.
Bagi umat
Islam sedunia, globalisasi lebih banyak dampak negatifnya daripada positifnya.
Pasalnya, dalam proses globalisasi,mengalirnya ilmu pengetahuan dan teknologi
serta unsur-unsur budaya itu kebanyakan dari negara-negara Barat yang sekuler
ke negara-negara berkembang, termasuk ke negara-negara Islam.
Pluralitas merupakan
sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini, Allah menciptakan ala mini di atas
pluralitas dalam sebuah kerangka kesatuan. Isu pluralitas adalah setua manusia
dan selamanya akan tetap ada hingga kehidupan berakhir, hanya saja bisa terus
menerus berubah tergantung perubahan zaman.
Pluralitas pada hakikatnya merupakan realitas kehidupan itu sendiri, yang tidak bisa dihindari dan di tolak. Karena pluralitas merupakan sunatullah, maka eksistensi atau keberadaannya harus diakui oleh setiap manusia. Namun pengakuan ini dalam tataran realitas belum sepenuhnya seiring dengan pengakuan secara teoritik dan kendala-kendala masih sering dijumpai di lapangan.
Seiring dengan perkembangan zaman, pluralitas yang bermakna heterogen (keberagaman) telah bergeser makna menjadi Equality (kesamaan). Dan makna ini tidak dapat diterima jika yang disamakan adalah Agama (baca:Islam).
Indonesia, sebagai Negara kepulauan telah memiliki berbagai kekayaan kebudayaan dan tradisi yang tidak dimiliki Negara manapun. Bukan hanya budaya dan tradisi yang bersifat heterogen, agama juga tidak terlepas dari sifat tersebut, sehingga pemerintah mengakui keberadaan agama-agama selain Islam sebagai agama resmi Negara, seperti Kristen, Buddha, Hindu dan Kong Hu Chu.
Keberagaman budaya, tradisi dan agama ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam dalam berda’wah di Indonesia. Dengan keberagaman tersebut maka seorang da’i harus mempunyai metode tersendiri dalam mengahadapi masyarakat yang plural.
Pluralitas pada hakikatnya merupakan realitas kehidupan itu sendiri, yang tidak bisa dihindari dan di tolak. Karena pluralitas merupakan sunatullah, maka eksistensi atau keberadaannya harus diakui oleh setiap manusia. Namun pengakuan ini dalam tataran realitas belum sepenuhnya seiring dengan pengakuan secara teoritik dan kendala-kendala masih sering dijumpai di lapangan.
Seiring dengan perkembangan zaman, pluralitas yang bermakna heterogen (keberagaman) telah bergeser makna menjadi Equality (kesamaan). Dan makna ini tidak dapat diterima jika yang disamakan adalah Agama (baca:Islam).
Indonesia, sebagai Negara kepulauan telah memiliki berbagai kekayaan kebudayaan dan tradisi yang tidak dimiliki Negara manapun. Bukan hanya budaya dan tradisi yang bersifat heterogen, agama juga tidak terlepas dari sifat tersebut, sehingga pemerintah mengakui keberadaan agama-agama selain Islam sebagai agama resmi Negara, seperti Kristen, Buddha, Hindu dan Kong Hu Chu.
Keberagaman budaya, tradisi dan agama ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam dalam berda’wah di Indonesia. Dengan keberagaman tersebut maka seorang da’i harus mempunyai metode tersendiri dalam mengahadapi masyarakat yang plural.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Siapa subyek dakwah.
2.
Apa obyek dakwah.
3.
Apa metode dakwah.
4.
Apa media dakwah.
BAB II
ISI
PEMBAHASAN
1. SUBYEK DAKWAH
2. OBYEK DAKWAH
3. METODE DAKWAH
4. MEDIA DAKWAH
1. Definisi
Dakwah
Dakwah menurut makna bahasa adalah seruan. Sedangkan menurut makna syar’i, dakwah adalah seruan kepada orang lain agar mengambil yang khoir (Islam), melakukan kema’rufan dan mencegah kemunkaran. Atau juga dapat didefinisikan dengan upaya untuk merubah manusia – baik perasaan, pemikiran, maupun tingkah lakunya – dari jahiliyah ke Islam, atau dari yang sudah Islam menjadi lebih kuat lagi Islamnya.
Dakwah menurut makna bahasa adalah seruan. Sedangkan menurut makna syar’i, dakwah adalah seruan kepada orang lain agar mengambil yang khoir (Islam), melakukan kema’rufan dan mencegah kemunkaran. Atau juga dapat didefinisikan dengan upaya untuk merubah manusia – baik perasaan, pemikiran, maupun tingkah lakunya – dari jahiliyah ke Islam, atau dari yang sudah Islam menjadi lebih kuat lagi Islamnya.
2.Subyek
dakwah
Da’wah
Islam Dalam Masyarakat Plural Indonesia
a.
Geografis (wilayah / tempat tinggal)
b.
Akidah
( kuat lemah)
c.
Usia
(anak-anak, remaja, dewasa)
d.
Status
sosial ekonomi ( bawah, menengah, atas)
e.
Jenis
kelamin (laki laki/ perempuan )
f.
Agama
g.
Suku
h.
kebudayaan
3.
obyek dakwah
A. Mentauhidkan Allah Swt.
Melalui dakwah, ditanamkan dengan kuat kalimat laa ilaaha illa Allah yang berarti tidak ada lagi yang patut disembah, ditakuti dan diharapkan keridhoannya melainkan Allah SWT semata.
B. Menjadikan Islam sebagai Rahmat .
Keimanan kepada Allah SWT tentunya harus membawa pada keyakinan dan ketundukkan pada seluruh hukum dan syari’at-Nya. Allah SWT berfirman:
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين (الأبياء :107)
Dengan demikian dakwah diarahkan untuk meyakinkan manusia bahwa hukum-hukum Allah SWT saja yang akan mendatangkan rahmat bagi mereka. Sedangkan hukum-hukum yang dibuat oleh manusia adalah bathil serta tidak dapat mendatangkan rahmat dan kemaslahatan.
Melalui dakwah, ditanamkan dengan kuat kalimat laa ilaaha illa Allah yang berarti tidak ada lagi yang patut disembah, ditakuti dan diharapkan keridhoannya melainkan Allah SWT semata.
B. Menjadikan Islam sebagai Rahmat .
Keimanan kepada Allah SWT tentunya harus membawa pada keyakinan dan ketundukkan pada seluruh hukum dan syari’at-Nya. Allah SWT berfirman:
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين (الأبياء :107)
Dengan demikian dakwah diarahkan untuk meyakinkan manusia bahwa hukum-hukum Allah SWT saja yang akan mendatangkan rahmat bagi mereka. Sedangkan hukum-hukum yang dibuat oleh manusia adalah bathil serta tidak dapat mendatangkan rahmat dan kemaslahatan.
C. Menjadikan Islam sebagai Pedoman
Hidup.
Dakwah ditujukan untuk menjadikan Islam sebagi pedoman hidup artinya adalah mengajak manusia untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, maka Islam hanya dapat dijadikan pedoman hidup jika diterapkan secara kaffah dalam kehidupan.
D. Menggapai Ridho Allah SWT.
Seluruh amal yang dilakukan, termasuk dakwah, ditujukan untuk mendapa tkan ridho Allah SWT. Dengan demikian dakwah dilakukan dengan ikhlas lillahi ta’ala dan sesuai dengan tuntunan Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Dakwah ditujukan untuk menjadikan Islam sebagi pedoman hidup artinya adalah mengajak manusia untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, maka Islam hanya dapat dijadikan pedoman hidup jika diterapkan secara kaffah dalam kehidupan.
D. Menggapai Ridho Allah SWT.
Seluruh amal yang dilakukan, termasuk dakwah, ditujukan untuk mendapa tkan ridho Allah SWT. Dengan demikian dakwah dilakukan dengan ikhlas lillahi ta’ala dan sesuai dengan tuntunan Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
E. Menyeru kepada orang kafir agar
memeluk Islam
F. Menyeru kepada orang Islam agar menerapkan hukum Islam secara sempurna
G. Menegakan kemakrufan dan mencegah kemungkaran yang meliputi semua bentuk
F. Menyeru kepada orang Islam agar menerapkan hukum Islam secara sempurna
G. Menegakan kemakrufan dan mencegah kemungkaran yang meliputi semua bentuk
4.
Metode dakwah
yang tepat adalah menggunakan Metode bil
Hikmah Yaitu dalam bahasa Indonesia seringkali hikmah diterjemahkan dengan kata
bijaksana atau dengan kebijaaksanaan yang mempunyai arti tindakan yang baik dan
tepat. Menurut Dr. A. Mukti Ali (1971:14) arti
dakwah dengan cara hikmah ialah kesanggupan para da’i untuk menyiarkan
Islam dengan mengingat waktu serta tempat serta masyarakat yang dihadapi.
Dakwah
bil lisan, yaitu dakwah dengan menggunakan potensi lisan, diantaranya adalah
ceramah, tabligh, diskusi, sarasehan pengajian dan sebagainya
5.Media dakwah
kebutuhan dasar manusia
yang meliputi:
- Sandang :: pendirian toko baju muslim
- Pangan :: makanan yangtelah ditetapkan halal
- Kesehatan :: membangun rumah sakit islam yang terjangkau oleh masyarakat kecil
- Pendidikan :: membangun sekolah sekolah islam yang terjangkau oleh masyarakat kecil
- Perumahan :: mendirikan masjid di daerah perumahan , pengajian, khotbah sholat jumat
f.
Lapangan kerja. ::pendirian koperasi
untuk pertanian atau nelayan yang berasaskan islam dll
Media Dakwah
a. Media visual
-film slide
-overhead projektor (OHP)
-gambar dan foto diam
b. Media Auditif
-radio
-tape recorder
- telepone dan telegram
c. Media Audio Visual
- movie film
-televisi
-video
d. Media Cetak
- buku
-surat kabar
-majalah dan buletin
Dalam berda’wah seorang da’i harus memiliki akhlak yang menjadi modal pertama seorang da’i, ini dikarenakan dia akan menjadi orang yang akan di tiru, beberapa pokok akhlak yang harus di miliki seorang da’i, sebagai berikut :
1. Ihlas, yaitu sikap yang menujukan segala sesuatu, baik itu perbuatan, perkataan, pembimbingan dan pengajaran kepada umat karena Allah semata, tidak ada sekutu dan tuhan melainkan-Dia.
2. Sopan, yaitu sikap lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan.
3. Jujur, yaitu sikar mengkabarkan apa yang sebenarnya tanpa dikurangi atau dilebihkan. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. “ sesungguhnya kejujuran menunjukan kepada kebenaran, dan kebenaran menunjukan kepada surga…” ( Muttafaqun A’laih).
4. Sabar, yaitu sikap menahan diri dari putus asa, menahan lisan dari keluhan.
Indonesia sebagai Negara yang majmuk dengan berbagai budaya, tradisi dan agama telah menjadikan Indonesia tidak dapat terlepas dari isu pluralisme yang sedang berkembang dewasa ini.
Perkembangan
isu pluralisme yang begitu pesat ini menjadi tantangan bagi para da’i dalam
menyebarkan agama Islam di Indonesia tanpa harus merendahkan budaya, tradisi
maupun agama yang lain di Indonesia.
Hal ini mengacu salah satu pada keputusan menteri agama tahun 1978 mengenai larangan-larangan dalam berda’wah agama yaitu; menghina sesuatu golongan politik, social, agama, dan kepercayaan.
Budaya Indonesia lebih dahulu ada, dan telah menjadi darah daging setiap suku, bahkan untuk beberapa kelompok kebudayaan, mereka rela berkorban demi mempertahankan budaya asli, hal ini terbukti sering terjadinya pertentangan antar etnis hanya dikarenakan perbedaan budaya.
Masalah berda’wah dalam masyarakat plural sekarang menjadi sesuatu yang cukup sulit, jika tidak ingin dikatakan sangat sulit karena dalam misi da’wah ini selain harus mempunyai akhlaqiyatu-d-da’iyah seorang da’i juga dituntut untuk memahami kondisi sosio-budaya masyarakat yang menjadi objeknya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman ataupun pelecehan terhadap kelompok masyarakat tertentu dan menimbulkan pertikaian.
Dalam berda’wah dengan kondisi yang plural, terdapat beberapa contoh yang sukses menyebarkan agama Islam di Indonesia yaitu para walisanga. Melalui pendekatan budaya yang mereka ciptakan telah mampu menpengaruhi dan membawa masyarakat jawa untuk memeluk agama Islam, seperti Sunan Kalijaga yang telah menciptakan gending Asmaradana, dan Sunan Kudus dengan gending Kanthil. Melalui pendekatan seperti ini masyarakat kala itu tidak merasa aneh dengan kehadiran Islam yang mengajarkan sesuatu yang baru dan berbeda dengan keyakinan mereka, bahkan mereka merasa bahwa Islam lebih sempurna dari keyakinan yang mereka anut, sehingga mereka dengan sendirinya masuk Islam.
Hal ini mengacu salah satu pada keputusan menteri agama tahun 1978 mengenai larangan-larangan dalam berda’wah agama yaitu; menghina sesuatu golongan politik, social, agama, dan kepercayaan.
Budaya Indonesia lebih dahulu ada, dan telah menjadi darah daging setiap suku, bahkan untuk beberapa kelompok kebudayaan, mereka rela berkorban demi mempertahankan budaya asli, hal ini terbukti sering terjadinya pertentangan antar etnis hanya dikarenakan perbedaan budaya.
Masalah berda’wah dalam masyarakat plural sekarang menjadi sesuatu yang cukup sulit, jika tidak ingin dikatakan sangat sulit karena dalam misi da’wah ini selain harus mempunyai akhlaqiyatu-d-da’iyah seorang da’i juga dituntut untuk memahami kondisi sosio-budaya masyarakat yang menjadi objeknya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman ataupun pelecehan terhadap kelompok masyarakat tertentu dan menimbulkan pertikaian.
Dalam berda’wah dengan kondisi yang plural, terdapat beberapa contoh yang sukses menyebarkan agama Islam di Indonesia yaitu para walisanga. Melalui pendekatan budaya yang mereka ciptakan telah mampu menpengaruhi dan membawa masyarakat jawa untuk memeluk agama Islam, seperti Sunan Kalijaga yang telah menciptakan gending Asmaradana, dan Sunan Kudus dengan gending Kanthil. Melalui pendekatan seperti ini masyarakat kala itu tidak merasa aneh dengan kehadiran Islam yang mengajarkan sesuatu yang baru dan berbeda dengan keyakinan mereka, bahkan mereka merasa bahwa Islam lebih sempurna dari keyakinan yang mereka anut, sehingga mereka dengan sendirinya masuk Islam.
Pada dasarnya setiap manusia
mempunyai kebebasan untuk meyakini agama yang dipilihnya dan beribadat menurut
keyakinan tersebut. Dalam Al- Qur'an banyak ayat yang berbicara tentang
penerimaan petunjuk atau agama Allah. Penerimaan terhadap sebuah keyakinan
agama adalah pilihan bebas yang bersifat personal. Barang siapa yang sesat
berarti ia menyesatkan dirinya sendiri (QS. al-Isra’[17]:15). Orang yang
mendapat petunjuk yang benar tidak akan ada yang menyesatkannya (QS. al-Zumar
[39]: 37) dan orang yang sesat dari jalan yang benar tidak akan ada yang dapat
menunjukinya selain Allah (Qs. al-Zumar [39]: 9). Selain prinsip tidak ada
paksaan dalam agama (QS al-Baqarah [2]: 256), juga dikenal prinsif "untuk
kalian agama kalian, dan untukku agamaku". (QS al- Kafirun [109]: 6).
Sungguhpun demikian, manusia diminta untuk menegakan agama fithrah (QS al-Rum
[30]: 30).
Fithrah adalah ciptaan dan agama adalah ciptaan Allah. Dua ciptaan dari Maha Pencipta yang sama, yaitu manusia dan agama, tidak mungkin melahirkan kontradiktif. Karena itu, opsi yang terbaik adalah memilih agama ciptaan Allah. Intinya sama sepanjang sejarah, yang dibawa oleh para Nabi/Rasul dan disempurnakan dengan kedatangan Nabi/Rasul terakhir, Muhammad Saw. Pluralitas adalah merupakan "hukum ilahi dan "sunnah" ilahiyah yang abadi disemua bidang kehidupan, sehinga pluralitas itu sendiri telah menjadi karakteristik utama semua makhluk Allah bahkan manusia, macamnya, afialiasinya, dan tingkat prestasi (performance) dalam melaksanakan kewajibannya . Allah berfirman dalam surat al-Hujurat [ 47 ] ayat 13 :
ياأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثي وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاقم إن الله عليم خبير ( الحجرات :13)
Artinya: " Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya mewujud dan tidak mungkin dipungkiri. Yaitu suatu hakikat perbedan dan keragaman yang muncul semata karena memang adanya kekhususan dan karakterstik yang diciptakan Allah dalam setiap ciptaan-Nya. Dan pluralitas yang Allah maha mengetahui lagi maha mengenal."
Ayat al-Qur'an yang berkenaan dengan fakta diatas secara jelas menerangkan, pluralisme merupakan realitas yang menyangkut agama, yaitu suatu topik yang sedang kita bicarakan, adalah berarti pengakuan akan eksistensi agama-agama yang berbeda dan beragam dengan seluruh karakteristik dan kekhususannya, dan menerima ke-"lain"-an yang lain beserta hak untuk berbeda alam beragama dan berkeyakinan.
Fithrah adalah ciptaan dan agama adalah ciptaan Allah. Dua ciptaan dari Maha Pencipta yang sama, yaitu manusia dan agama, tidak mungkin melahirkan kontradiktif. Karena itu, opsi yang terbaik adalah memilih agama ciptaan Allah. Intinya sama sepanjang sejarah, yang dibawa oleh para Nabi/Rasul dan disempurnakan dengan kedatangan Nabi/Rasul terakhir, Muhammad Saw. Pluralitas adalah merupakan "hukum ilahi dan "sunnah" ilahiyah yang abadi disemua bidang kehidupan, sehinga pluralitas itu sendiri telah menjadi karakteristik utama semua makhluk Allah bahkan manusia, macamnya, afialiasinya, dan tingkat prestasi (performance) dalam melaksanakan kewajibannya . Allah berfirman dalam surat al-Hujurat [ 47 ] ayat 13 :
ياأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثي وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاقم إن الله عليم خبير ( الحجرات :13)
Artinya: " Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya mewujud dan tidak mungkin dipungkiri. Yaitu suatu hakikat perbedan dan keragaman yang muncul semata karena memang adanya kekhususan dan karakterstik yang diciptakan Allah dalam setiap ciptaan-Nya. Dan pluralitas yang Allah maha mengetahui lagi maha mengenal."
Ayat al-Qur'an yang berkenaan dengan fakta diatas secara jelas menerangkan, pluralisme merupakan realitas yang menyangkut agama, yaitu suatu topik yang sedang kita bicarakan, adalah berarti pengakuan akan eksistensi agama-agama yang berbeda dan beragam dengan seluruh karakteristik dan kekhususannya, dan menerima ke-"lain"-an yang lain beserta hak untuk berbeda alam beragama dan berkeyakinan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Da’wah dalam masyarakat plural haruslah mempunyai
pendekatan dan metode yang berbeda, karena keberagaman tersebut adalah sesuatu
yang sensitive dan dapat menimbulkan pertikaian. Maka seorang da’i dituntut
sebisa mungkin memahami keberagaman budaya terhadap masyarakat yang di da’wah.
Walaupun telah mempunyai pendekatan-pendekatan berda’wah dalam masyarakat plural, akan tetapi hal-hal pokok yang harus dimiliki seorang da’i jangan sampai terlupakan, yaitu ihlas, sopan, jujur dan sabar. Karena antara satu dengan yang lainnya akan saling melengkapi dalam menjalankan misi mulia ini li I’lai kalimatillah.
Walaupun telah mempunyai pendekatan-pendekatan berda’wah dalam masyarakat plural, akan tetapi hal-hal pokok yang harus dimiliki seorang da’i jangan sampai terlupakan, yaitu ihlas, sopan, jujur dan sabar. Karena antara satu dengan yang lainnya akan saling melengkapi dalam menjalankan misi mulia ini li I’lai kalimatillah.
Daftar Pustaka
Drs.H.M. Amin.Masyhur, Da’wah Islam dan Pesan
Moral, (Yogyakarta; Al Amin Press, 1997)Ø
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama,Tinjauan Kritis, Jakarta: Perspektif, 2005.Ø
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Jumaaanatul 'Ali, 2004.Ø
Sulthon ibn Umar al-Hashin, Ahlaqiyatu-d- da’iyah, makalah dalam Daurah at-Tadribiyah 1431 HØ
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama,Tinjauan Kritis, Jakarta: Perspektif, 2005.Ø
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Jumaaanatul 'Ali, 2004.Ø
Sulthon ibn Umar al-Hashin, Ahlaqiyatu-d- da’iyah, makalah dalam Daurah at-Tadribiyah 1431 HØ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar