TOLERANSI
SOSIAL DALAM PENGUNAANA DO’A QUNUT
Mata
Kuliah Pengantar Studi
Islam
Dosen
Pengampu:
IBU
SITI SAMSIATUN, Ph.D, MA
Oleh
R0FIATULKHOIRI (12250063)
MUHAMMAD IFAN FIRMANSYAH (12250028)
LIA WIDANINGSIH (12250101)
FRENDY MASHURI (12250042)
Prodi
Ilmu Kesejahteraan sosial
Fakultas
Dakwah Dan Komunikasi
Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2014
Kata
Pengantar
Alhamdulillah,
setelah memanjatkan puja dan puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT. Yang
telah memberikan beribu bahkan jutaan kenikmatan kepada semua hambaNya.
Sehingga kami masih diberi izin olehNya untuk mengrjakan tugas matakuliah Pengantar Stadi Islam ini yang Insya’allah
slesai tepat pada waktunya, Amin.
Dan taklupa sholawat serta salam senantisa
kita haturkan kepada junjungan Nabi kita, yaitu Nabi Muhammas Saw, yang membawa
risalahnya sebagai sumber kedua stelah A-Qur’an.
Disini
kami sedikit menulis sebuah makalah yang ditugaskan kepada kami, yang dimana
makalah ini perpaduan antara wawancara dari masyarakat dan dari refrensi-refrensi
kami ambil yang tak lain dan tak bukan mengungkap masalah Pengunaan Qunut Pada
Suatu Masyarakat.
Dengan
pembahasan sebuah makalah tersebut, kami menginginkan dapat brguna bagi diri
kami dan para pembaca semua. Dan kami sngat meminta maaf jika ada sedikit atau
banyak kekurangan dari apa yang kami kerjakan, kami hanyalah mahluk biasa lagi
pula ini juga masih tahap belajar, karena sesungguhnya yang sempurna hanyalah
Allah SWT.
Dan
tak lupa ucapan terimakasih kepada pembaca yang budiman, yang bisa memaklumi
sebuah karya kami ini dan moga dengan adanya sebuah makalaah ini, kita semua
bisa menjadikan bertambahnya ketakwaan kepada Allah SWT. Amin Ya Robb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Islam adalah agama rohmatan lil alamin, yang dimana
memiliki tujuan untuk mengajak umat manusia menuju jalan yang benar. Dalam
Islam sendiri melalui sebuah petunjuk-petunjuknya seperti Al-Qur’an maupun
Al-Hadis.
Dalam
istilah lain juga disebutkan bahwa agama adalah suatu peraturan tentang cara
hidup di dunia, Yang dimana juga banyak sekali pengertian mengenai sebuah
agama, tapi dari sekian banyak dari definisi itu dalam dalam pembahasan skarang
ini kita kelompokan menjadi dua. Yang pertama ialah dari segi rasa iman dan
kepercayaan, yang kedua menekankan dari segi agama sebagai peraturan tentang
cara hidup .[1]
Dan juga didalam sebuah mata kuliah Pengantar
Stadi Islam ini jga memberikan suatu hal yang dimana hal tersebut dasar dari
sebuah pengantar ataupun cara bagaimana
memplajari Islam, dengan ketentuan-ketentuanya.
Salah satu yang pembahasan dalam sebuah ilmu
agama adalah bagaimana cara ibadah yang benar, dan juga pula cara mengetahui
dasar sebuah ibadah atau dalil yang melatarbelakangi ibadah tersebut apakah
sunah atau wajib .
- Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Qunut?
2. Hukum di dalam do’a Qunut?
3. Toleransi masyarakat terhadap do’a Qunut?
- Tujuan Pembahasan
1. Agar pembaca dapat mengetahui definisi mengenai do’a Qunut.
2. Mengetahui hukum tentang do’a
Qunut.
3. Toleransi
sosial mengenai do’a Qunut dari pihak yang mengunakanya atau yang tidak.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian do’a Qunut
Makna asli dari perkataan qunut aalah tunduk kepada
Allah dengan penuh kebaktian, dan jugaberarti berdiri lama dalam sholat dengan
membaca ayat Al-Qur’an dan berdo’a.[2]
Pada umumnya ketika di laksanaknya do’a qunut biasanya di
kerjakan pada sholat subuh, dan ketika pada sholat tarowih pada waktu bulan
ramadhan. Terdapat tiga
poin yang akan kita bicarakan dalam masalah Qunut, yakni Qunut Subuh, Qunut
Nazilah, dan Qunut Witir. Tiga macam qunut ini adalah masalah khilafiyah yang
tidak asing lagi di kalangan umat Islam, perbedaan itu juga terjadi di antara
NU dan Muhammadiyah.[3]
Untuk itu pada bab masalah qunut, hanya akan kami
jabarkan pendapat qunut nazilah dan qunut subuh dari ulama NU dan Muhammadiyah.
Diantara pengertian-pengertian dalam
do’a qunut yang dilihat dari kedua belah pihak antara Muhammadiya dan
NU, antara lain:
Pengertian
dilihat dari ulama Muhammadiyah
Qunut
nazilah. Yaitu Dalam masalah qunut nazilah Tarjih Muhammadiyah
menampung adanya pemahaman yang berbeda dan belum dapat dipertemukan,
disebabkan pemahaman yang berlainan mengani hadis yang menerangkan bahwa
Rasulullah Saw tidak mengerjakan qunut Nazilah setelah diturunkan surat
Al-Imran ayat 128 yang artinya, “Tak
ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima
Taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang
yang zalim. (Q.S. Al-Imran:
128).
Qunut subuh. Yaitu Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, bahwa di kalangan
Muhammadiyah pada umumnya, qunut yang dibaca khusus pada raka’at kedua setelah
rukuk dalam shalat subuh tidak ada. Tarjih Muhammadiyah menjelaskannya lebih
lanjut sebagaimana uraian berikut:
Di samping perkataan qunut
yang berarti ‘tunduk kepada Allah dengan penuh kebaktian’, Muktamar dalam
keputusannya menggunakan makna qunut yang berarti “berdiri (lama) dalam shalat
dengan membaca ayat al-Qur’an dan berdoa sekehendak hati”.
Dalam perkembangan sejarah
fiqh, demikian Abdul Munir Mulkhan, di masa lampau orang atelah cenderung untuk
memberi arti khusus pada apa yang dinamakan qunut, yakni: “berdiri sementara”
pada shalat shubuh sesudah ruku’ pada raka’at kedua dengan membaa doa: “Allahummahdini
fiman hadait… dan seterusnya”
Muktamar Tarjih tidak
sependapat dengan pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran bahwa:
1) Setelah diteliti kumpulan maam-macam hadis tentang qunut,
maka muktamar berpendapat bahwa qunut sebagai bagian dari pada shalat tidak
khusus hanya ditamakan pada shalat subuh.
2) Bacaan doa: “Allahummahdini fiman hadait… dan seterusnya”
tersebut tidaklah sah.
3) Penerapan hadis hasan tentang doa tersebut dalam phoin
(2) untuk khusus dalam qunut subuh tidak dibenarkan.
Pengertian dilihat dari ulama NU
Qunut
nazilah, yaitu Dalam sebuah tanya jawab Gus Mus tentang Qunut Nazilah yang
pernah dimuat www.pesantrenvirtual.com, KH. Musthafa Bisri atau yang
akrab di sapa Gus Mus menulis bahwa mengartikan qunut dengan tunduk;
merendahkan diri kepada Allah; mengheningkan cipta; berdiri shalat. Kemudian,
dalam perkembangannya, qunut digunakan untuk doa tertentu di dalam
shalat.
Gus Mus, pernah berqunut
pada setiap lima waktu shalat, yaitu pada saat ada nazilah (musibah). Nazilah
sendiri biasa diartikan dengan “musibah.” Nabi Muhammad SAW, demikian tulis Saat
kaum muslimin mendapat musibah atau malapetaka, misalnya ada golongan muslimin
yang teraniaya atau tertindas. Pernah pula Nabi melakukan qunut muthlaq, yakni qunut yang dilakukan
tanpa sebab yang khusus.
Dasar disunnahkannya qunut
nazilah oleh kalangan NU antara lain hadist Nabi yang artinya:“Rasulullah SAW
kalau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa atas kejahatan
seseorang, maka beliau doa qunut setelah ruku’ (HR. Bukhori dan Ahmad).
Qunut Witir,Pada umumnya di kalangan warga NU mempraktekkan qunut witir, khususnya
untuk qunut witir setelah rukuk pada separuh kedua bulan Ramadhan. Meskipun
diakui bahwa memang ada perbedaan pendapat dari madzhab yang empat. Perbedaan
tersebut yaitu:
1) Menurut pengikut Imam Abu Hanifah
(hanafiyah) qunut witir dilakukan diraka’at yang ketiga sebelum ruku’ pada
setiap shalat sunnah.
2) Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal
(hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku’.
3) Menurut Pengikut Imam Syafi’i (syafi’iyyah)
qunut witir dilakukan pada akhir shalat witir setelah ruku’ pada separuh kedua
bulan Ramadlan.
4) Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik
qunut witir tidak disunnahkan.
Qunut Subuh,H.M Cholil Nafis dalam sebuah tulisannya berkaitan dengan masalah qunut
subuh, mencoba mengkompromikan dua pendapat yang bertentangan di antara Ulama
Salaf. Pendapat yang pertama datang
dari pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa hukum qunut
subuh tidak disunnahkan. Sedangkan pendapat yang kedua, datangnya dari Imam Malik dan Imam Syafi'i yang menyatakan
bahwa qunut subuh hukumnya sunnah hai’ah.
Ada tiga pendapat dikalangan para ulama,
tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh:
Pertama
1. Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i “Saya bertanya kepada
ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu
`alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali
radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka
melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal
tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”
Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan
dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472
dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy
1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy
dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany
dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih
Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.
2. Hadits Ibnu ‘Umar “ Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat
bersama Ibnu ‘Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata :
apakah lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya
tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku”. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1\246,
Al-Baihaqy 2\213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma’ Az-Zawa’id 2\137 dan Al-Haitsamy berkata :”rawi-rawinya tsiqoh”.
3. Tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari’atkannya
mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.
4. Qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan
para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Umar diatas, bahkan syaikul
islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa
berkata : “dan demikian pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat, mereka
menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid’ah”.
5. Nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat
disyari’atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka
melakukan qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
a.Ada yang shohih tapi
tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.
b.Sangat jelas
menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adalah lemah
tidak bisa dipakai berhujjah.
6. Setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlah
mustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya qunut shubuh secara terus-menerus
dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi man hadait…….sampai
akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum, andaikan hal tersebut dilakukan
secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang
pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah sholat karena ini adalah
ibadah yang kalau dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak
para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam
Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Zadul
Ma’ad.
Kedua
Dalil yang paling kuat
yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah
hadits berikut ini :
مَا زَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ
الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”.
Hadits
ini dishohihkan oleh Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam
Khulashotul Badrul Munir
1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata :
“Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari
Ar-Robi’ bin Anas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun
fihi (dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : “Laysa bil qowy
(bukan orang yang kuat)”. Berkata Abu Zur’ah : “Yahimu katsiran
(Banyak salahnya)”. Berkata Al-Fallas : “Sayyi`ul hifzh (Jelek
hafalannya)”. Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia bercerita dari rowi-rowi yang
masyhur hal-hal yang mungkar”.
Dan
Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad
jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah
tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far
Ar-Rozy, beliau berkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-Rozy adalah
orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai
berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia
bersendirian dengannya”.
Maka
Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia riwayatkan ini
adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.
Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2
sebab :
Satu : Makna yang
ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dengan hadits shohih yang menunjukkan
bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan
qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik : “Sesungguhnya Nabi
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila
beliau berdo’a untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo’a (kejelekan atas suatu
kaum)”. Dikeluarkan oleh
Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan
oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah
no. 639.
Kedua : Adanya
perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan
adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan
lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan
lafazh yang disebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh : “Sesungguhnya Nabi
shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh”.
Kesimpulan:
Jelaslah
dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat pertama
adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian
anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah, juga tidak bisa
dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus, sebab
qunut itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian. Ada lebih dari 10 makna
sebagaimana yang dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul
Arabi.
DoaIbadah,Taat,Menjalankan ketaatan,Penetapan ibadah kepada Allah,Diam,Shalat,Berdiri,Lamanya
berdiri,Terus
menerus dalam ketaatan.
Dan
ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi
2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.
Jjelaslah lemahnya dalil
orang yang menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.
Ketiga
“Adalah Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat
kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya
(I’tidal) berkata : “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu
beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin
Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang
lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas
kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti
tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah,
laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya
tatkala telah turun ayat : “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan
mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena
sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (H.R.Bukhary-Muslim)
Berdalilkan
dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah pendalilan yang
lemah karena dua hal :
Pertama
: ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana
yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya, sebab ayat tersebut
hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala perkara itu kembali
kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan hanya Dialah yang mengetahui
perkara yang ghoib.
Kedua :
Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :
وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُوْ
هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ الْصُبْحِ
وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.
Dari Abi Hurairah
radliyallahu `anhu beliau berkata : “Demi Allah, sungguh saya akan mendekatkan
untuk kalian cara shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam.
Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur, Isya’ dan Shubuh. Beliau
mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang
kafir”.
Ini
menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansukh. Andaikata
qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan
mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan
qunut nazilah.
Kesimpulan
Jelaslah
dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat
ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut shubuh secara
terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid’ah tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.
Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma’any Al-Atsar 1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu’
3/483-485, Hasyiyah
Ar-Raud Al Murbi’ :
2/197-198, Nailul
Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib), Majmu’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul
Ma’ad 1/271-285.
B.
Hukum di
Dalam Do’a Qunut
Dalam masalah ibadah, menetapkan
suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada
adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau
tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam
agama (bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits
Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ
أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ
رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا
فَهُوَ رَدَّ
“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam
perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara
maka hal itu adalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim :
“Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia
(amalan) adalah tertolak”.[4]
Qunut di
dalam shalat
shubuh memang merupakan bagian dari masalah yang diperselisihkan oleh para
ulama. Sebagian ulama tidak menerima dalil tentang qunut shalat shubuh, namun
sebagian lainnya tetap memandang bahwa hadits tentang qunut shalat shubuh itu
ada dan kuat.
Di dalam
kitab Subulus Salam Bab Tata Cara Shalat disebutkan beberapa hadits yang
terkait dengan dasar landasan syar’i qunut pada shalat shubuh. Hadits-hadits
itu antara lain:
عن أنس أن النبي قنت شهرا بعد الركوع يدعو على أحياء
من العرب ثم تركه - متفق عليه
Dari Anas
bin Malik ra. berkata bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan untuk
mendoakan kebinasaan arab, kemudian beliau meninggalkannya.
ولأحمد والدارقطني نحوه من وجه آخر ، وزاد: وأما في
الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا
Dan dari
riwayat Imam Ahmad dan Ad-Daruquthuny sepeti itu juga dari bentuk yang berbeda
dengan tambahan: Sedangkan pada shalat shubuh, maka beliau tetap melakukan
qunut hingga beliau meninggal dunia.
Juga ada hadits lainnya lewat Abu Hurairah ra.
Dari Abi
Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bila bangun dari ruku’-nya pada
shalat shubuh di rakaat kedua, beliau mengangkat kedua tanggannya dan
berdoa:Allahummahdini fii man hadait…dan seterusnya.
Juga ada
hadits lainnya:
Dari Ibnu
Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mengajari kami doa untuk dibaca dalam
qunut pada shalat shubuh.
Dengan
adanya beberapa hadits ini, maka para ulama salaf seperti Asy-Syafi’i,
Al-Qasim, Zaid bin Ali dan lainnya mengatakan bahwa melakukan doa qunut pada
shalat shubuh adalah sunnah.
Namun
sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa tidak ada kesunnahan dalam qunut shalat
shubuh. Hal ini mereka katakan lantaran hadits-hadits di atas ditolak
kekuatannya. Misalnya hadits riwayat Abu Hurairah itu, mereka katakan dhaif lantaran
di dalamnya ada perawi yang bernama Abdullah bin Said Al-Maqbari. Dia dianggap
oleh banyak muhaddits sebagai orang yang tidak bisa dijadikan hujjah. Hadits
Ibnu Abbas pun juga didahifkan oleh sebagian ulama.
Di
samping itu juga ada hadits-hadits lainnya yang secara tegas mengatakan bahwa
qunut shubuh itu bid’ah.
Dari Saad
bin Thariq Al-Ashja’i ra. berkata, Aku bertanya kepada ayahku, Wahai Ayah, Anda
dulu pernah shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.
Apakah mereka qunut pada shalat shubuh? Ayahku menjawab, Wahai anakku., itu
adalah bid’ah.
Dari Anas
ra. berkata bahwa Nabi SAW tidak berqunut kecuali jika beliau mendoakan
kebaikan atas suatu kaum atau mendoakan keburukan. .
Qunut Shubuh: Khilaf Sepanjang Zaman
Dan masih
banyak lagi dalil-dalil syar’i yang saling berbeda, di mana masing-masing ulama
saling mempertahankan pandangannya. Dan keadaan ini tidak akan berakhir dengan
kekalahan atau kemenangan salah satu pihak. Tetapi tetap akan terus terjadi
saling mempertahankan pendapat.
Karena
itu sebaiknya buat anda, tidak perlu ikut terjebak dalam masalah perbedaan
pendapat ini, hingga harus menambah pe-er baru di tengah masyarakat. Kalau Anda
tinggal di sebuah komunitas yang menjalankan qunut shubuh, sebaiknya Anda
menghormati mereka. Janganlah tampakkan perbedaan Anda dengan mereka secara
konfrontatif. Sebab boleh jadi mereka malah memandang bahwa yang tidak pakai
qunut itu adalah lawan mereka.
Sebagai
seorang da’i, tentu posisi seperti sangat tidak produktif. Apalagi masalahnya
pun sekedar perbedaan pandangan kalangan ahli hadits dan ahli fiqih. Sementara
Anda dan masyarakat tempat Anda tinggal itu, tidak satu pun yang punya
kualifikasi sebagai ahli hadits atau pun ahli fiqih. Jadi buat apa saling
berdebat yang bukan wilayah keahliannya.
Namun
Anda tetap boleh memilih salah satunya, terutama bila Anda lebih merasa yakin
dengan pendapat salah satunya itu. Asalkan sebelumnya Anda perlu menimbang dulu
mana yang lebih baik buat dakwah Anda itu.
Dan para
ulama sendiri tidak pernah melarang seseorang untuk berpindah mazhab. Juga
tidak pernah mewajibkan seseorang untuk selalu berpegang pada satu pedapat
saja.
Di masa
mereka, para ulama yang berbeda tentang hukum qunut itu bisa shalat berjamaah
dengan rukun, tanpa harus saling menjelekkan apalagi saling mencaci ata
mengatakan tukang bid’ah.
- . Toleransi masyarakat terhadap do’a Qunut
Dilihat
dari tolereransi masyarakan mengenai pengunaan do’a qunut, sangat
bermacam-macam seperti halnya ada yang menganggap sebagai suatu ibadah sunah,
bahkan pula yang mengangap ibadah tersebut adalah ketentuan yang kurang jelas
dalam periwayatanya.
Dari
salah satu contoh penanya kepada seorang Ustadz, yang dimana seorang ini juga
berangapan bahwa, Banyak penceramah bilang bahwa doa qunut adalah
sunnah hukumnya, namun mengapa sebagian besar masyarakat kita selalu membaca
qunut waktu sholat subuh, atau melakukan sujud sahwi bila lupa, bahkan ada yang beranggapan bahwa tidak syah sholat subuh bila
tanpa qunut.
Itulah
beberapa fenomena sebuah toleransi responsibilitas dari masyarakat yang masih
mendebatkan pendapat mengenai do’a qunut tersebut.
Dan dari
hasil wawancara kelompok kami yang tidak jauh hasilnya yang pada intinya bahwa,
persooalan mengenai masyarakat yang mengunakan atau tidak mengunakan do’a
qunut, dan juga ketika seorang yang menjadi makmum ktika sholat terutama ketika sholat subuh dari seorang
imam yang mengunakan do’a qunut padahal seorang makmum tersebut jarang
mengunakan do’a qunut, bahkan tidak sama sekali mengunakanya, tidak terjadi hal
yang bertentangan, dalam artian seorang makmum tersebut mengikuti imamnya. Dan
juga sebaliknya.
Disini
kami paparkan salah satu dari beberapa hasil wawancara kami kepada masyarakat
mengenai “Toleransi Sosial Dalam
Pengunaan Do’a Qunut”, adalah sebagai berikut:
·
Penelitian sangatlah
penting untuk mengetahui toleransi dari masyarakat tersebut, karena tidaklah
afdhol ketika dalam suatu perumusan masalah yang sangat berkaitan erat terhadap
masyarakat.
·
Penelitian juga memberikan keterangan
tempat dimana pengambilan data hasil penelitian.
·
Dan juga mengenai suatu hal yang kami tanyakan
(pertanyaan) adalah;
a.
Sejauh mana anda memahami
do’a qunut?
b.
Toleransi terhadap
masyarakt mengenai do’a qunut tersebut.
c.
Bagaiman anda ketika
bermakmum dari seorang yang mengunakan do’a qunut tersebut?
d.
Apakah berdosa jika tidak
mengunakan do’a qunut?
e.
Dasar do’a qunut dalam
syari’at.
·
Dan kami ketika pengambilan
pnelitian tersebut dengan mmengunakan wawancara langsung kepada masyarakat.
Itulah
alur dari kami mengerjakan sebuah penelitian yang langsung wawancara kepada
masyarakat.
Hasil dari sebuah wawancara masyarakat terhadap do’a qunut:
- Pewawancara : Muhammad Ifan Firmansyah
Narasumber : Bapak Supriadi
Tempat : Jagalan, Beji, Pakualaman,
Yogyakarta
Isi
wawancara:
a.
Sejauh mana anda memahami
do’a qunut?
Jawabanya, do’a qunut
adalah do’a yang dimana dilakukan pada rokaat kedua setelah rukuk, yang
biasanya dilakukan pada saat sholat subuh, sholat witir, dan ujarnya qunut itu
kewajiban.
b.
Toleransi terhadap
masyarakt mengenai do’a qunut tersebut.
Jawabanya, ketika
masyarakat mayoritas mengunakan do’a qunut, yang dilakukan adalah mengikuti
imam. Ketika seorang mengunakan do’a qunut, maka juga berqunut, sedangkan
ketika imam tidak mengunakanya, ya sebagai makmum juga tidak berqunut.
c.
Bagaiman anda ketika
bermakmum dari seorang yang mengunakan do’a qunut tersebut?
Jawabanya, mungkin mengenai
di satu sholat jamaah, kemudian saya belum tau apakah seorang imam ini mau
mengunakan do’a qunutapa tidak, saya mengikuti imam saja.
d.
Apakah berdosa jika tidak
mengunakan do’a qunut?
Jawabanya, kalau mengenai
dosa atau tidaknya itu urusan yang di atas, tapi kalau sedikit membahas dalam
tidak mengunakan do’a qunut itu mungkin tidak berdosa, karna setau saya yang
mengenai hukum do’a qunut tersebut adalah sunah. Jadi jika melaksanakanya akan
mendapatkan pahala, dan jika tidak menggunaknya tidak mendapatkan dosa.
e.
Dasar do’a qunut dalam
syari’at.
Jawabanya, mkin setau saya
mengenai sebuah dasar untuk menjalankan do’a qunut tersebut hanya berpatokan
pada perintah menjalankan sunah saja.
- Pewawancara: Rofiatulkhoiri Albaroroh
1.
Narasumber :
Bp. Sulaiman (53 tahun)
profesi PNS, Guru Ngaji diMasjid Miftahul Janah, (tokoh masyarakat).
Tempat : Umbulharjo
Isi wawancara:
a. Sejauh
mana Bapak Memahami Qunut?
Qunut itu doa yang dipanjatkan pada
saat setelah rukuk, doa yang sering dipakai saat sholat shubuh. Sepaham saya,
sejarah adanya qunut didalam sholat shubuh itu muncul pada saat perang badar,
dimana nabi melakukannya semata – semata memohon pertolongan keselamatan kepada
Allah SWT dari peristiwa perang badar.
Setelah perang badar telah usai,
nabi juga terkadang masih menggunakan qunut dalam sholat subuhnya. Namun tidak
setiap hari. Nabi memakai doa qunut dalam sholat subuhnya terlebih saat beliau
menghadapi kondisi seperti saat peristiwa perang badar itu.
Membaca doa qunut itu dalam sholat
subuh hukumnya sunnah muakad, mangkanya sampe saat ini para penganut Aliran
Aswaja selalu membaca doa qunut dalam sholat subuhnya.
b. Toleransi
sosial dengan masyarakat yang menggunakan qunut, dan bagaimana ketika bapak
bermakmum dari imam yang tidak menggunakan qunut?
Islam saya adalah NU, saya selalu
membaca doa qunut pada setiap sholat subuh. Toleransi sosial saya dengan
masyarakat yang mempunyai keyakinan dalam sholat subuh tidak menggunakan qunut
mungkin terlihat pada saat sholat berjamaah, saya menghargai keyakinan mereka,
jika saya menjadi makmum mereka ya saya harus bisa menjadi makmumyang baik,
saya mengikuti imam dengan baik, saya tidak mempermasalahkan hal ini, yang
jelas hati saya murni berniat untuk sholat subuh berjamaah. Lagi pula saya
p[aham hukum membaca doa qunut itu sunnahmuakad, tidak dikerjakan juga tidak
berdosa.
Namun prinsip keyakinan saya. Jika
saya menjadi makmum dari imam yang berkeyakinan tidak membaca qunut disholat
subuh saya mengikuti, mematuhi imam. Namun jika saya yang menjadi imam, saya
tetap pada keyakinan saya. Saya akan tetap membaca qunut, walaupun saya tahu
banyak makmum saya yang orang muhammdiyah.
c. Dasar
hukum dalam syariat?
Sunnah muakad.
2. Pewawancara;
Lia widianingsih
1.
Nama :
Sugiarto
Umur : 54 Tahun
Profesi : Wirausaha
a.
Sejauh
mana bapak memahami qunut?
“Saya mengetahui qunut sejak saya kecil dulu, awalnya saya berlatih dan
diajari sama orang tua saya dulu. Dan setelah balih saya pun mencari dan blajar
sendiri semisal dalam mencari hukumnya tersebut. Lalu setelah saya tau hukum
tersebut saya langsung mengamalkan do’a qunut tersebut biasanya pada waktu
subuh”
b.
Toleransi
social dengan masyarakat mengenai do’a qunt bagaimana.”
“Biasanya saya mengunakan qunut bersana kluarga, karena keluarga saya
juga mengunakan bacaan qunut.”
c.
Bagai
mana ktika bapak bermakmum pada seorang imam yang tidak mengunakan bacaan
qunut?
“Biasanya saya mengunakanqunut itu sendiri di dalam hati (dibatin) dan
jarang saya sholat dimasjid, karena saya biasanya berjamaah di dirumah bersama
keluarga.”
d.
Dasar
qunut dalam syari’at?
“Sesuai yang saya pahami mengenai hukumnya yaitu sunah muakad maka saya
mengunakan bacaantersebut.”
KESIMPULAN
Jadi dalam toleransi dalam sebuah pengunaan bacaan
do’a qunut di dalam kalangan masyarakat, sngatlah bermacam-macam pendapatnya.
Ada yang mengatakan bahwa hanya sebagai sunah yang dlm dasarnya kurang
menguatkan, dan ada juga yang mengatakan sunah yang harus di jalankan, karena
mengikuti sebuah dasar sendiri-sendiri dan berpedoman pada ulama-ulama yang
mereka ikuti.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Ahmad Tafsir,1990,Filsafat Ilmu,Bandung,Remaja Rosdakarya.
Fauzan AkbarIbnu Muhammad Azri,Sholat Sesuai Tuntunan Nabi,Yogyakarta,Nuha Litera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar