Daku...

Aku akan tempuh hari hariku bersama cinta yang utama, Aku ingin mati di jalan ini bersama kemuliaanyang tak terkira,Aku tidak akan menyerah selamanya tidak akan menyerah di jalan-Nya.

Kamis, 16 Januari 2014

TOLERANSI SOSIAL DALAM PENGUNAANA DO’A QUNUT


TOLERANSI SOSIAL DALAM PENGUNAANA DO’A QUNUT
Mata Kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu:
IBU SITI SAMSIATUN, Ph.D, MA

Oleh
R0FIATULKHOIRI (12250063)
MUHAMMAD IFAN FIRMANSYAH (12250028)
LIA WIDANINGSIH (12250101) 
FRENDY MASHURI (12250042)

Prodi Ilmu Kesejahteraan sosial
Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
 2014
Kata Pengantar
Alhamdulillah, setelah memanjatkan puja dan puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan beribu bahkan jutaan kenikmatan kepada semua hambaNya. Sehingga kami masih diberi izin olehNya untuk mengrjakan tugas matakuliah  Pengantar Stadi Islam ini yang Insya’allah slesai tepat pada waktunya, Amin.
 Dan taklupa sholawat serta salam senantisa kita haturkan kepada junjungan Nabi kita, yaitu Nabi Muhammas Saw, yang membawa risalahnya sebagai sumber kedua stelah A-Qur’an.
Disini kami sedikit menulis sebuah makalah yang ditugaskan kepada kami, yang dimana makalah ini perpaduan antara wawancara dari masyarakat dan dari refrensi-refrensi kami ambil yang tak lain dan tak bukan mengungkap masalah Pengunaan Qunut Pada Suatu Masyarakat.
Dengan pembahasan sebuah makalah tersebut, kami menginginkan dapat brguna bagi diri kami dan para pembaca semua. Dan kami sngat meminta maaf jika ada sedikit atau banyak kekurangan dari apa yang kami kerjakan, kami hanyalah mahluk biasa lagi pula ini juga masih tahap belajar, karena sesungguhnya yang sempurna hanyalah Allah SWT.
Dan tak lupa ucapan terimakasih kepada pembaca yang budiman, yang bisa memaklumi sebuah karya kami ini dan moga dengan adanya sebuah makalaah ini, kita semua bisa menjadikan bertambahnya ketakwaan kepada Allah SWT. Amin Ya Robb.


Penulis







BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Islam adalah agama rohmatan lil alamin, yang dimana memiliki tujuan untuk mengajak umat manusia menuju jalan yang benar. Dalam Islam sendiri melalui sebuah petunjuk-petunjuknya seperti Al-Qur’an maupun Al-Hadis.
 Dalam istilah lain juga disebutkan bahwa agama adalah suatu peraturan tentang cara hidup di dunia, Yang dimana juga banyak sekali pengertian mengenai sebuah agama, tapi dari sekian banyak dari definisi itu dalam dalam pembahasan skarang ini kita kelompokan menjadi dua. Yang pertama ialah dari segi rasa iman dan kepercayaan, yang kedua menekankan dari segi agama sebagai peraturan tentang cara hidup .[1]
Dan juga didalam sebuah mata kuliah Pengantar Stadi Islam ini jga memberikan suatu hal yang dimana hal tersebut dasar dari sebuah pengantar  ataupun cara bagaimana memplajari Islam, dengan ketentuan-ketentuanya.
Salah satu yang pembahasan dalam sebuah ilmu agama adalah bagaimana cara ibadah yang benar, dan juga pula cara mengetahui dasar sebuah ibadah atau dalil yang melatarbelakangi ibadah tersebut apakah sunah atau wajib .

  1. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Qunut?
2. Hukum di dalam do’a Qunut?
3. Toleransi masyarakat terhadap do’a Qunut?

  1. Tujuan Pembahasan
1. Agar pembaca dapat mengetahui definisi mengenai do’a Qunut.
2. Mengetahui hukum tentang do’a Qunut.
3. Toleransi sosial mengenai do’a Qunut dari pihak yang mengunakanya atau yang tidak.



BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian do’a Qunut
Makna asli dari perkataan qunut aalah tunduk kepada Allah dengan penuh kebaktian, dan jugaberarti berdiri lama dalam sholat dengan membaca ayat Al-Qur’an dan berdo’a.[2]
Pada umumnya  ketika di laksanaknya do’a qunut biasanya di kerjakan pada sholat subuh, dan ketika pada sholat tarowih pada waktu bulan ramadhan. Terdapat tiga poin yang akan kita bicarakan dalam masalah Qunut, yakni Qunut Subuh, Qunut Nazilah, dan Qunut Witir. Tiga macam qunut ini adalah masalah khilafiyah yang tidak asing lagi di kalangan umat Islam, perbedaan itu juga terjadi di antara NU dan Muhammadiyah.[3]
Untuk itu pada bab masalah qunut, hanya akan kami jabarkan pendapat qunut nazilah dan qunut subuh dari ulama NU dan Muhammadiyah. Diantara pengertian-pengertian dalam  do’a qunut yang dilihat dari kedua belah pihak antara Muhammadiya dan NU, antara lain:
Pengertian dilihat dari ulama Muhammadiyah
Qunut nazilah. Yaitu Dalam masalah qunut nazilah Tarjih Muhammadiyah menampung adanya pemahaman yang berbeda dan belum dapat dipertemukan, disebabkan pemahaman yang berlainan mengani hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah Saw tidak mengerjakan qunut Nazilah setelah diturunkan surat Al-Imran ayat 128 yang artinya, “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima Taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Imran: 128).
Qunut subuh. Yaitu Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, bahwa di kalangan Muhammadiyah pada umumnya, qunut yang dibaca khusus pada raka’at kedua setelah rukuk dalam shalat subuh tidak ada. Tarjih Muhammadiyah menjelaskannya lebih lanjut sebagaimana uraian berikut:
Di samping perkataan qunut yang berarti ‘tunduk kepada Allah dengan penuh kebaktian’, Muktamar dalam keputusannya menggunakan makna qunut yang berarti “berdiri (lama) dalam shalat dengan membaca ayat al-Qur’an dan berdoa sekehendak hati”.
Dalam perkembangan sejarah fiqh, demikian Abdul Munir Mulkhan, di masa lampau orang atelah cenderung untuk memberi arti khusus pada apa yang dinamakan qunut, yakni: “berdiri sementara” pada shalat shubuh sesudah ruku’ pada raka’at kedua dengan membaa doa: “Allahummahdini fiman hadait… dan seterusnya”
Muktamar Tarjih tidak sependapat dengan pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran bahwa:
1)   Setelah diteliti kumpulan maam-macam hadis tentang qunut, maka muktamar berpendapat bahwa qunut sebagai bagian dari pada shalat tidak khusus hanya ditamakan pada shalat subuh.
2)   Bacaan doa: “Allahummahdini fiman hadait… dan seterusnya” tersebut tidaklah sah.
3)   Penerapan hadis hasan tentang doa tersebut dalam phoin (2) untuk khusus dalam qunut subuh tidak dibenarkan.

Pengertian dilihat dari ulama NU
Qunut nazilah, yaitu Dalam sebuah tanya jawab Gus Mus tentang Qunut Nazilah yang pernah dimuat www.pesantrenvirtual.com, KH. Musthafa Bisri atau yang akrab di sapa Gus Mus menulis bahwa mengartikan qunut dengan tunduk; merendahkan diri kepada Allah; mengheningkan cipta; berdiri shalat. Kemudian, dalam perkembangannya, qunut  digunakan untuk doa tertentu di dalam shalat.
Gus Mus, pernah berqunut pada setiap lima waktu shalat, yaitu pada saat ada nazilah (musibah). Nazilah sendiri biasa diartikan dengan “musibah.” Nabi Muhammad SAW, demikian tulis Saat kaum muslimin mendapat musibah atau malapetaka, misalnya ada golongan muslimin yang teraniaya atau tertindas. Pernah pula Nabi melakukan qunut muthlaq, yakni qunut yang dilakukan tanpa sebab yang khusus.
Dasar disunnahkannya qunut nazilah oleh kalangan NU antara lain hadist Nabi yang artinya:“Rasulullah SAW kalau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa atas kejahatan seseorang, maka beliau doa qunut setelah ruku’ (HR. Bukhori dan Ahmad).

Qunut Witir,Pada umumnya di kalangan warga NU mempraktekkan qunut witir, khususnya untuk qunut witir setelah rukuk pada separuh kedua bulan Ramadhan. Meskipun diakui bahwa memang ada perbedaan pendapat dari madzhab yang empat. Perbedaan tersebut yaitu:


1)      Menurut pengikut Imam Abu Hanifah (hanafiyah) qunut witir dilakukan diraka’at yang ketiga sebelum ruku’ pada setiap shalat sunnah.
2)      Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal (hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku’.
3)      Menurut Pengikut Imam Syafi’i (syafi’iyyah) qunut witir dilakukan pada akhir shalat witir setelah ruku’ pada separuh kedua bulan Ramadlan.
4)      Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan.

Qunut Subuh,H.M Cholil Nafis dalam sebuah tulisannya berkaitan dengan masalah qunut subuh, mencoba mengkompromikan dua pendapat yang bertentangan di antara Ulama Salaf. Pendapat yang pertama datang dari pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa hukum qunut subuh tidak disunnahkan. Sedangkan pendapat yang kedua, datangnya dari Imam Malik dan Imam Syafi'i yang menyatakan bahwa qunut subuh hukumnya sunnah hai’ah.

Ada tiga pendapat dikalangan para ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh:
Pertama
1. Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i “Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”
 Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.
           2. Hadits Ibnu ‘Umar “ Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu ‘Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku”. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1\246, Al-Baihaqy 2\213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma’ Az-Zawa’id 2\137 dan Al-Haitsamy berkata :”rawi-rawinya tsiqoh”.
3. Tidak ada dalil yang shohih menunjukkan disyari’atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.
4. Qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Umar diatas, bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa berkata : “dan demikian pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat, mereka menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yang bid’ah”.
5. Nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari’atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
a.Ada yang shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.
b.Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah.
6. Setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka sangatlah mustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya qunut shubuh secara terus-menerus dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi man hadait…….sampai akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum, andaikan hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yang pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah sholat karena ini adalah ibadah yang kalau dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Zadul Ma’ad.
Kedua
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”.
Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : “Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yang meriwayatkannya dari Ar-Robi’ bin Anas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi (dikritik)”. Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : “Laysa bil qowy (bukan orang yang kuat)”. Berkata Abu Zur’ah : “Yahimu katsiran (Banyak salahnya)”. Berkata Al-Fallas : “Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)”. Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar”.
Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Ar-Rozy, beliau berkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-Rozy adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yang ia bersendirian dengannya”.
Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.

Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2 sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dengan hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik : “Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila beliau berdo’a untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo’a (kejelekan atas suatu kaum)”. Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.
Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafazh yang disebut di atas dan kadang meriwayatkan dengan lafazh : “Sesungguhnya Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh”.
Kesimpulan:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah, juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.
DoaIbadah,Taat,Menjalankan ketaatan,Penetapan ibadah kepada Allah,Diam,Shalat,Berdiri,Lamanya berdiri,Terus menerus dalam ketaatan.
Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.
Jjelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.


Ketiga
“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua)  di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (H.R.Bukhary-Muslim)
Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adalah pendalilan yang lemah karena dua hal :
Pertama  : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya, sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan  hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.
Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :
 وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ  فَكَانَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ الْصُبْحِ وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : “Demi Allah, sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur, Isya’ dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir”.
Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansukh. Andaikata qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut nazilah.
Kesimpulan
Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid’ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.
Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201, Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma’any Al-Atsar 1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu’ 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi’ : 2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib), Majmu’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.

B.     Hukum di Dalam Do’a Qunut
Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahwa itu adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yang shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid’ah), yang terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ  : ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمُرُنَا فَهُوَ رَدَّ
“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini (dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang berbuat satu amalan yang tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak”.[4]
 Qunut di dalam shalat shubuh memang merupakan bagian dari masalah yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama tidak menerima dalil tentang qunut shalat shubuh, namun sebagian lainnya tetap memandang bahwa hadits tentang qunut shalat shubuh itu ada dan kuat.
Di dalam kitab Subulus Salam Bab Tata Cara Shalat disebutkan beberapa hadits yang terkait dengan dasar landasan syar’i qunut pada shalat shubuh. Hadits-hadits itu antara lain:
عن أنس أن النبي قنت شهرا بعد الركوع يدعو على أحياء من العرب ثم تركه - متفق عليه
Dari Anas bin Malik ra. berkata bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan untuk mendoakan kebinasaan arab, kemudian beliau meninggalkannya.
ولأحمد والدارقطني نحوه من وجه آخر ، وزاد: وأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا
Dan dari riwayat Imam Ahmad dan Ad-Daruquthuny sepeti itu juga dari bentuk yang berbeda dengan tambahan: Sedangkan pada shalat shubuh, maka beliau tetap melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia.
Juga ada hadits lainnya lewat Abu Hurairah ra.
Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bila bangun dari ruku’-nya pada shalat shubuh di rakaat kedua, beliau mengangkat kedua tanggannya dan berdoa:Allahummahdini fii man hadait…dan seterusnya.
Juga ada hadits lainnya:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mengajari kami doa untuk dibaca dalam qunut pada shalat shubuh.
Dengan adanya beberapa hadits ini, maka para ulama salaf seperti Asy-Syafi’i, Al-Qasim, Zaid bin Ali dan lainnya mengatakan bahwa melakukan doa qunut pada shalat shubuh adalah sunnah.
Namun sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa tidak ada kesunnahan dalam qunut shalat shubuh. Hal ini mereka katakan lantaran hadits-hadits di atas ditolak kekuatannya. Misalnya hadits riwayat Abu Hurairah itu, mereka katakan dhaif lantaran di dalamnya ada perawi yang bernama Abdullah bin Said Al-Maqbari. Dia dianggap oleh banyak muhaddits sebagai orang yang tidak bisa dijadikan hujjah. Hadits Ibnu Abbas pun juga didahifkan oleh sebagian ulama.
Di samping itu juga ada hadits-hadits lainnya yang secara tegas mengatakan bahwa qunut shubuh itu bid’ah.
Dari Saad bin Thariq Al-Ashja’i ra. berkata, Aku bertanya kepada ayahku, Wahai Ayah, Anda dulu pernah shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Apakah mereka qunut pada shalat shubuh? Ayahku menjawab, Wahai anakku., itu adalah bid’ah.
Dari Anas ra. berkata bahwa Nabi SAW tidak berqunut kecuali jika beliau mendoakan kebaikan atas suatu kaum atau mendoakan keburukan. .
Qunut Shubuh: Khilaf Sepanjang Zaman
Dan masih banyak lagi dalil-dalil syar’i yang saling berbeda, di mana masing-masing ulama saling mempertahankan pandangannya. Dan keadaan ini tidak akan berakhir dengan kekalahan atau kemenangan salah satu pihak. Tetapi tetap akan terus terjadi saling mempertahankan pendapat.
Karena itu sebaiknya buat anda, tidak perlu ikut terjebak dalam masalah perbedaan pendapat ini, hingga harus menambah pe-er baru di tengah masyarakat. Kalau Anda tinggal di sebuah komunitas yang menjalankan qunut shubuh, sebaiknya Anda menghormati mereka. Janganlah tampakkan perbedaan Anda dengan mereka secara konfrontatif. Sebab boleh jadi mereka malah memandang bahwa yang tidak pakai qunut itu adalah lawan mereka.
Sebagai seorang da’i, tentu posisi seperti sangat tidak produktif. Apalagi masalahnya pun sekedar perbedaan pandangan kalangan ahli hadits dan ahli fiqih. Sementara Anda dan masyarakat tempat Anda tinggal itu, tidak satu pun yang punya kualifikasi sebagai ahli hadits atau pun ahli fiqih. Jadi buat apa saling berdebat yang bukan wilayah keahliannya.
Namun Anda tetap boleh memilih salah satunya, terutama bila Anda lebih merasa yakin dengan pendapat salah satunya itu. Asalkan sebelumnya Anda perlu menimbang dulu mana yang lebih baik buat dakwah Anda itu.
Dan para ulama sendiri tidak pernah melarang seseorang untuk berpindah mazhab. Juga tidak pernah mewajibkan seseorang untuk selalu berpegang pada satu pedapat saja.
Di masa mereka, para ulama yang berbeda tentang hukum qunut itu bisa shalat berjamaah dengan rukun, tanpa harus saling menjelekkan apalagi saling mencaci ata mengatakan tukang bid’ah.

  1. . Toleransi masyarakat terhadap do’a Qunut
Dilihat dari tolereransi masyarakan mengenai pengunaan do’a qunut, sangat bermacam-macam seperti halnya ada yang menganggap sebagai suatu ibadah sunah, bahkan pula yang mengangap ibadah tersebut adalah ketentuan yang kurang jelas dalam periwayatanya.
Dari salah satu contoh penanya kepada seorang Ustadz, yang dimana seorang ini juga berangapan bahwa, Banyak penceramah bilang bahwa doa qunut adalah sunnah hukumnya, namun mengapa sebagian besar masyarakat kita selalu membaca qunut waktu sholat subuh, atau melakukan sujud sahwi bila lupa, bahkan ada yang beranggapan bahwa tidak syah sholat subuh bila tanpa qunut.
Itulah beberapa fenomena sebuah toleransi responsibilitas dari masyarakat yang masih mendebatkan pendapat mengenai do’a qunut tersebut.

Dan dari hasil wawancara kelompok kami yang tidak jauh hasilnya yang pada intinya bahwa, persooalan mengenai masyarakat yang mengunakan atau tidak mengunakan do’a qunut, dan juga ketika seorang yang menjadi makmum ktika sholat  terutama ketika sholat subuh dari seorang imam yang mengunakan do’a qunut padahal seorang makmum tersebut jarang mengunakan do’a qunut, bahkan tidak sama sekali mengunakanya, tidak terjadi hal yang bertentangan, dalam artian seorang makmum tersebut mengikuti imamnya. Dan juga sebaliknya.
Disini kami paparkan salah satu dari beberapa hasil wawancara kami kepada masyarakat mengenai “Toleransi Sosial Dalam Pengunaan Do’a Qunut”, adalah sebagai berikut:
·         Penelitian sangatlah penting untuk mengetahui toleransi dari masyarakat tersebut, karena tidaklah afdhol ketika dalam suatu perumusan masalah yang sangat berkaitan erat terhadap masyarakat.
·         Penelitian juga memberikan keterangan tempat dimana pengambilan data hasil penelitian.
·          Dan juga mengenai suatu hal yang kami tanyakan (pertanyaan) adalah;
a.       Sejauh mana anda memahami do’a qunut?
b.      Toleransi terhadap masyarakt mengenai do’a qunut tersebut.
c.       Bagaiman anda ketika bermakmum dari seorang yang mengunakan do’a qunut tersebut?
d.      Apakah berdosa jika tidak mengunakan do’a qunut?
e.       Dasar do’a qunut dalam syari’at.
·         Dan kami ketika pengambilan pnelitian tersebut dengan mmengunakan wawancara langsung kepada masyarakat.
Itulah alur dari kami mengerjakan sebuah penelitian yang langsung wawancara kepada masyarakat.





Hasil dari sebuah wawancara masyarakat terhadap do’a qunut:
  1. Pewawancara : Muhammad Ifan Firmansyah
Narasumber   : Bapak Supriadi
Tempat          : Jagalan, Beji, Pakualaman, Yogyakarta
Isi wawancara:
a.       Sejauh mana anda memahami do’a qunut?
Jawabanya, do’a qunut adalah do’a yang dimana dilakukan pada rokaat kedua setelah rukuk, yang biasanya dilakukan pada saat sholat subuh, sholat witir, dan ujarnya qunut itu kewajiban.
b.      Toleransi terhadap masyarakt mengenai do’a qunut tersebut.
Jawabanya, ketika masyarakat mayoritas mengunakan do’a qunut, yang dilakukan adalah mengikuti imam. Ketika seorang mengunakan do’a qunut, maka juga berqunut, sedangkan ketika imam tidak mengunakanya, ya sebagai makmum juga tidak berqunut.
c.       Bagaiman anda ketika bermakmum dari seorang yang mengunakan do’a qunut tersebut?
Jawabanya, mungkin mengenai di satu sholat jamaah, kemudian saya belum tau apakah seorang imam ini mau mengunakan do’a qunutapa tidak, saya mengikuti imam saja.
d.      Apakah berdosa jika tidak mengunakan do’a qunut?
Jawabanya, kalau mengenai dosa atau tidaknya itu urusan yang di atas, tapi kalau sedikit membahas dalam tidak mengunakan do’a qunut itu mungkin tidak berdosa, karna setau saya yang mengenai hukum do’a qunut tersebut adalah sunah. Jadi jika melaksanakanya akan mendapatkan pahala, dan jika tidak menggunaknya tidak mendapatkan dosa.


e.       Dasar do’a qunut dalam syari’at.
Jawabanya, mkin setau saya mengenai sebuah dasar untuk menjalankan do’a qunut tersebut hanya berpatokan pada perintah menjalankan sunah saja.

  1. Pewawancara: Rofiatulkhoiri Albaroroh
1.      Narasumber        : Bp. Sulaiman (53 tahun) profesi PNS, Guru Ngaji diMasjid Miftahul Janah, (tokoh masyarakat).
                            Tempat         : Umbulharjo
              Isi wawancara:
a.       Sejauh mana Bapak Memahami Qunut?
Qunut itu doa yang dipanjatkan pada saat setelah rukuk, doa yang sering dipakai saat sholat shubuh. Sepaham saya, sejarah adanya qunut didalam sholat shubuh itu muncul pada saat perang badar, dimana nabi melakukannya semata – semata memohon pertolongan keselamatan kepada Allah SWT dari peristiwa perang badar.
Setelah perang badar telah usai, nabi juga terkadang masih menggunakan qunut dalam sholat subuhnya. Namun tidak setiap hari. Nabi memakai doa qunut dalam sholat subuhnya terlebih saat beliau menghadapi kondisi seperti saat peristiwa perang badar itu.
Membaca doa qunut itu dalam sholat subuh hukumnya sunnah muakad, mangkanya sampe saat ini para penganut Aliran Aswaja selalu membaca doa qunut dalam sholat subuhnya.

b.      Toleransi sosial dengan masyarakat yang menggunakan qunut, dan bagaimana ketika bapak bermakmum dari imam yang tidak menggunakan qunut?
Islam saya adalah NU, saya selalu membaca doa qunut pada setiap sholat subuh. Toleransi sosial saya dengan masyarakat yang mempunyai keyakinan dalam sholat subuh tidak menggunakan qunut mungkin terlihat pada saat sholat berjamaah, saya menghargai keyakinan mereka, jika saya menjadi makmum mereka ya saya harus bisa menjadi makmumyang baik, saya mengikuti imam dengan baik, saya tidak mempermasalahkan hal ini, yang jelas hati saya murni berniat untuk sholat subuh berjamaah. Lagi pula saya p[aham hukum membaca doa qunut itu sunnahmuakad, tidak dikerjakan juga tidak berdosa.
Namun prinsip keyakinan saya. Jika saya menjadi makmum dari imam yang berkeyakinan tidak membaca qunut disholat subuh saya mengikuti, mematuhi imam. Namun jika saya yang menjadi imam, saya tetap pada keyakinan saya. Saya akan tetap membaca qunut, walaupun saya tahu banyak makmum saya yang orang muhammdiyah.

c.       Dasar hukum dalam syariat?
Sunnah muakad.

2.      Pewawancara; Lia widianingsih

1.       Nama  : Sugiarto
Umur   : 54 Tahun
Profesi : Wirausaha

a.       Sejauh mana bapak memahami qunut?
“Saya mengetahui qunut sejak saya kecil dulu, awalnya saya berlatih dan diajari sama orang tua saya dulu. Dan setelah balih saya pun mencari dan blajar sendiri semisal dalam mencari hukumnya tersebut. Lalu setelah saya tau hukum tersebut saya langsung mengamalkan do’a qunut tersebut biasanya pada waktu subuh”
b.      Toleransi social dengan masyarakat mengenai do’a qunt bagaimana.”
“Biasanya saya mengunakan qunut bersana kluarga, karena keluarga saya juga mengunakan bacaan qunut.”
c.       Bagai mana ktika bapak bermakmum pada seorang imam yang tidak mengunakan bacaan qunut?
“Biasanya saya mengunakanqunut itu sendiri di dalam hati (dibatin) dan jarang saya sholat dimasjid, karena saya biasanya berjamaah di dirumah bersama keluarga.”
d.      Dasar qunut dalam syari’at?
“Sesuai yang saya pahami mengenai hukumnya yaitu sunah muakad maka saya mengunakan bacaantersebut.”

KESIMPULAN

Jadi dalam toleransi dalam sebuah pengunaan bacaan do’a qunut di dalam kalangan masyarakat, sngatlah bermacam-macam pendapatnya. Ada yang mengatakan bahwa hanya sebagai sunah yang dlm dasarnya kurang menguatkan, dan ada juga yang mengatakan sunah yang harus di jalankan, karena mengikuti sebuah dasar sendiri-sendiri dan berpedoman pada ulama-ulama yang mereka ikuti.


























DAFTAR PUSTAKA

Dr.Ahmad Tafsir,1990,Filsafat Ilmu,Bandung,Remaja Rosdakarya.
Fauzan AkbarIbnu Muhammad Azri,Sholat Sesuai Tuntunan Nabi,Yogyakarta,Nuha Litera



[1].FILSAFAT UMUM karangan DR. AHMAD TAFSIR, (pengertian agama)
[3] M. Yusuf Amin Nugroho (www.tintaguru.com)

Tidak ada komentar: