(Mencela dan Menyanjung Rawi)
“Huwa
al-Ilm al-Ladi yabhasu fi Ahwal al-Ruwat min Haisu Qubul Riwayatihim aw
Raddiha”
Ialah suatu
ilmu yang membahas hal ihwal para rawy dari segi diterima atau ditolak
periwayatannya
Obyek ta’dil
dan tajrih:
Selauruh
rawi selain sahabat
l Faidah Ilmu Jarh wa al-Ta’dil
Menetapkan apakah periwayatan seorang rawi
dapat diterima karena adanya sanjungan sebagai rawi yang adil (ta’dil)
atau harus ditolak sama sekali karena adanya celaan sebagai rawi yang tidak
adil / cacat (jarh)
l Macam-Macam Ketercelaan Rawi
l Bid’ah: Melakukan tindakan tercela di luar
syari’at
l Mukhalafah: Bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih siqoh
l Golat: Banyak kekeliruan dalam
meriwayatkan hadis
l Jahalah al-Hal: Identitas tidak dikenal
l Da’wa al-Inqito’: Sanadnya diduga terputus
l Cara Mengetahui Keadilan dan
Kecacatan Rawi
l Dikenal sebagai orang yang adil oleh
para ulama
l Dipuji (dipopulerkan,dipromosikan,
direkomendasikan) oleh seseorang yang adil (rawi yang adil atau setiap orang
yang diterima periwayatannya)
l Dikenal sebagai seorang rawi yang
fasik, dusta, di kalangan masyarakat.
l Dinilai cacat oleh seorang rawi yang
adil
l Flashback syarat “Adil” dalam hadis
sahih
Definisi
Adil menurut Al-Razi:
Tenaga jiwa
yang mendorong untuk selalu bertindak taqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi
kebiasaan-kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil
dan meninggalkan perbuatan-prebuatan mubah yang dapat menodai
keperwiraan (muru’ah) seperti makan di jalan umum, buang air kecil di
tempat yang bukan disediakan untuknya dan berguarauan yang berlebih-lebihan
(Ibn Hajar
al-Asqalani, Nuzhah al-Nazar, hal 13)
l KUALIFIKASI BAGI PENYANJUNG DAN
PENCELA
l Berilmu pengetahuan
l Taqwa
l Wara’ (menjauhi maksiat, subhat,
dosa kecil, makruh)
l Jujur
l Tidak fanatik golongan
l Mengetahu alasan penyanjungan dan
pencelaan
l Cara menyanjung dan mencela
l Menyanjung tidak harus menyebutkan
alasannya, sedangkan mencela harus menyebutkan alasanya (pendapat para
muhaddisin spt Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dls)
l 4 Sikap Ulama tentang Adanya Perselisihan antara Ta’dil dan Jarh
l Jarh harus didahulukan atas ta’dil
l Ta’dil harus didahulukan atas jarh
l Bila ta’dil lebih banyak maka
didahulukan dari jarh
l Masih dianggap perselisihan hingga
ada yang menguatkannya
l Ranking Kualitas Lafad Jarh dan
Ta’dil
l KITAB ILMU JARH WA AL-TA’DIL
Ø Ma’rifah al-Rijal oleh Yahya bin Ma’in
Ø Al-Du’afa’ oleh Imam Muhammad bin Ismail
al-Bukhari (194-252H)
Ø Al-Siqat, oleh Abu Hatim bin Hibban al-Bustiy (304H)
Ø Al-Jarh wa al-Ta’dil oleh Abd al-Rohman bin Abi Hatim
al-Raziy (240-326 H), 4 jilid
Ø Mizan al-I’tidal oleh Imam Syamsuddin Muhammad
al-Zahabiy (673-748H), 3 jilid.
Ø Lisan al-Mizan oleh Al-Hafid Ibn Hajar
al-Asqalaniy (773-852H), 6 jilid
l Catatan:
Terdapat
beberapa muhaddis yang kurang proporsional (obyektif) dalam mencela (jarh)
dan menyanjung (ta’dil) sanad/rawi hadis sehingga diperlukan
pertimbangan dan kehati-hatian bagai peneliti hadis untuk menerima celaan dan
sanjungan mereka terhadap sanad/rawi hadis
Diantara
muhaddis yang terlalu berlebihan dalam mengkritik rawi adalah: Abu Hatim,
Al-Nasa’iy, Yahya bin Main, Yahya bin Khtattan, Ibn Hibban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar