Daku...

Aku akan tempuh hari hariku bersama cinta yang utama, Aku ingin mati di jalan ini bersama kemuliaanyang tak terkira,Aku tidak akan menyerah selamanya tidak akan menyerah di jalan-Nya.

Senin, 11 November 2013

ILMU JARH WA AL-TA’DIL




(Mencela dan Menyanjung Rawi)
“Huwa al-Ilm al-Ladi yabhasu fi Ahwal al-Ruwat min Haisu Qubul Riwayatihim aw Raddiha”
Ialah suatu ilmu yang membahas hal ihwal para rawy dari segi diterima atau ditolak periwayatannya
Obyek ta’dil dan tajrih:
Selauruh rawi selain sahabat
l  Faidah Ilmu Jarh wa al-Ta’dil
     Menetapkan apakah periwayatan seorang rawi dapat diterima karena adanya sanjungan sebagai rawi yang adil (ta’dil) atau harus ditolak sama sekali karena adanya celaan sebagai rawi yang tidak adil / cacat (jarh)

l  Macam-Macam Ketercelaan Rawi
l  Bid’ah: Melakukan tindakan tercela di luar syari’at
l  Mukhalafah: Bertentangan dengan        periwayatan orang yang lebih siqoh
l  Golat: Banyak kekeliruan dalam meriwayatkan hadis
l  Jahalah al-Hal: Identitas tidak dikenal
l  Da’wa al-Inqito’: Sanadnya diduga terputus
l  Cara Mengetahui Keadilan dan Kecacatan Rawi
l  Dikenal sebagai orang yang adil oleh para ulama
l  Dipuji (dipopulerkan,dipromosikan, direkomendasikan) oleh seseorang yang adil (rawi yang adil atau setiap orang yang diterima periwayatannya)
l  Dikenal sebagai seorang rawi yang fasik, dusta, di kalangan masyarakat.
l  Dinilai cacat oleh seorang rawi yang adil
l  Flashback syarat “Adil” dalam hadis sahih
Definisi Adil menurut Al-Razi:
Tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak taqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan-kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil  dan meninggalkan perbuatan-prebuatan mubah yang dapat menodai keperwiraan (muru’ah) seperti makan di jalan umum, buang air kecil di tempat yang bukan disediakan untuknya dan berguarauan yang berlebih-lebihan
(Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhah al-Nazar, hal 13)
l  KUALIFIKASI BAGI PENYANJUNG DAN PENCELA
l  Berilmu pengetahuan
l  Taqwa
l  Wara’ (menjauhi maksiat, subhat, dosa kecil, makruh)
l  Jujur
l  Tidak fanatik golongan
l  Mengetahu alasan penyanjungan dan pencelaan
l  Cara menyanjung dan mencela
l  Menyanjung tidak harus menyebutkan alasannya, sedangkan mencela harus menyebutkan alasanya (pendapat para muhaddisin spt Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dls)
l  4 Sikap Ulama tentang Adanya  Perselisihan antara Ta’dil dan Jarh
l  Jarh harus didahulukan atas ta’dil
l  Ta’dil harus didahulukan atas jarh
l  Bila ta’dil lebih banyak maka didahulukan dari jarh
l  Masih dianggap perselisihan hingga ada yang menguatkannya
l  Ranking Kualitas Lafad Jarh dan Ta’dil
l  KITAB ILMU JARH WA AL-TA’DIL
Ø  Ma’rifah al-Rijal oleh Yahya bin Ma’in
Ø  Al-Du’afa’ oleh Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari (194-252H)
Ø  Al-Siqat, oleh Abu Hatim bin Hibban al-Bustiy (304H)
Ø  Al-Jarh wa al-Ta’dil oleh Abd al-Rohman bin Abi Hatim al-Raziy (240-326 H), 4 jilid
Ø  Mizan al-I’tidal oleh Imam Syamsuddin Muhammad al-Zahabiy (673-748H), 3 jilid.
Ø  Lisan al-Mizan oleh Al-Hafid Ibn Hajar al-Asqalaniy (773-852H), 6 jilid
l  Catatan:
Terdapat beberapa muhaddis yang kurang proporsional (obyektif) dalam mencela (jarh) dan menyanjung (ta’dil) sanad/rawi hadis sehingga diperlukan pertimbangan dan kehati-hatian bagai peneliti hadis untuk menerima celaan dan sanjungan mereka terhadap sanad/rawi hadis 
Diantara muhaddis yang terlalu berlebihan dalam mengkritik rawi adalah: Abu Hatim, Al-Nasa’iy, Yahya bin Main, Yahya bin Khtattan, Ibn Hibban

Tidak ada komentar: